Track #2

Sabtu, 24 November 2012

Palette Fukumen by ceruleanday

phone ringtone

Arrivederci: [K] fanfiction

Rabu, 21 November 2012


[K] © GoRa & GoHands

Arrivederci
by ceruleanday

---
Ringkasan: Apa arti dari selamat tinggal? Apakah itu semacam salam perpisahan? Ataukah simbol dari kehidupan baru? Bagi Saruhiko Fushimi, selamat tinggal adalah ungkapan untuknya kembali pulang.

Peringatan: Implicit sexual insult. Better run if you fear of it.

Track #1

15. 꽃잎이 내린다 by ceruleanday

Sailing to Neverland

Selasa, 20 November 2012


my old fanfiction

#CKL

Senin, 19 November 2012





Saturday, with nothing to do. Together, spending time. Hanging around, chit-chat, share whatever in minds, watch a movie, having unique beverage inside of can-like-glass, photobooth, squeaky, etc.

Held by Fantasy

Rabu, 14 November 2012

wish I could have taken a wonderful adventure along the map



my newest fanfiction. enjoy while shipping your tea and cookies.

Macarons

Jumat, 09 November 2012





chomp. chomp. chomp.

Neurology Post Exam

Kamis, 08 November 2012

Malam, fellas. Hari ini, bertepatan dengan hari ulang tahun mangaka ter-superb sepanjang masa, yakni Masashi Kishimoto-sensei, saya kembali hadir sembari membawa beberapa deret kalimat menyakitkan mata dan sulit untuk dicerna oleh akal dan logika. Ibaratnya jasad renik yang secara tingkat molekuler sangat sulit untuk dilihat-dirab-diterawang, tulisan ini murni hanya bisa dibaca dengan mikroskop elektron versi 2020. *bercanda to the max* Haha.

Neurology empat minggu itu sesuatu ya. Bagi saya sih. Siapa yang gak bilang bukan sesuatu? Gimana ya. Bagian pertama saya kan santai bin senggang, berbeza (berbeda in Malay) dengan bagian kecil tapi cukup menguras keringat dan hati hingga sampai-sampai bisa terkena fractur hepatica (patah hati ye kamsudnya). LOL. Ah, bejibun dan deretan kasus yang masuk menjadi media saya untuk belajar. Pasien tentu adalah alat pembelajaran koass ingusan kayak saya. Mempraktikkan teknik-teknik pemeriksaan neurologis yang bejibunnya minta ampun itu. Dibandingkan interna, konon katanya, neuro adalah satu bagian kecil tetapi memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Kumpulan pemeriksaan dari atas kepala hingga kaki secara menyeluruh dan holistik dalam bidang saraf (neuro) biasanya kami sebut dengan status neurologis. Jadi, kalau ada yang tanya gimana status neurologisnya, dek? Ya, jawab saja dari deret-deret-deret hasil pemeriksaan ntu.

Well, di sini saya bukan mau memberikan toturial atau teori mengenai klinis yang gak ada hubungannya dengan brain stuck koass gaje binti sedeng ini. Itu sih bisa dicari sambil gugling. Di kolom ini isinya cuma kegajean semata. Haha.

Minggu pertama, saya layaknya koas baru yang pada umumnya tiba di ruang pertemuan bagian saraf Lt. 4 RSP universitas saya (yang gedungnya serba warna merah itu lho). Selama ya kira-kira 2-3 jam kami duduk diam, mendengarkan dengan khidmat instruksi dari residen (dokter yang sedang mengambil masa pendidikan spesialisnya) neuro mengenai tata tertib selama berada dan menjalankan tugas di Rumah Sakit rujukan universitas dan link-linknya. Okeh, fine. Itu selesai. Masalahnya adalah... tenonet tenonet. Kebetulan saya dapat surat stase di rumah sakit yang ajegile jauhnya dari lokasi saat itu kayak dari utara ke selatan atau barat ke timur. Apalagi saya ini mahasiswi koass miskin yang peduli dengan kemacetan (bo'ong). Makanya, saya milih angkot sebagai penghematan. Tapi masalah kedua yang lebih parah adalah: ADA DEMO BROOH. Demonya itu gak santai, man. Yah, perihal angkotan umum yang dilarang masuk ke wilayah kampus mengakibatkan terjadinya amuk massa dari para supir angkotan umum itu. Imbasnya, mahasiswa yang peduli pun ikut-ikutan turun ke jalan sambil bakar-bakar ban di fly over. Buset dah. Kapan sampainya deh saya kalau gitu? Bzzzzt.

Intinya, saya di dalam angkotan umum itu rasa-rasanya kayak udah sehari aja. Padahal cuma dua jam. apaaa? cumaa? Gila.

Ya sudahlah. Saya memaklumi hal itu, toh demonstrasi semacam ini bukan untuk kepentingan satu pihak saja, melainkan kepentingan ribuan mahasiswa yang setiap harinya menggunakan angkotan umum sebagai akses mereka menuju fakultas mereka masing-masing. Kalau saya masih jadi mahasiswi pun, mungkin saya juga bakalan geram. Gimana tidak? Tiap hari, saya pulang naik angkot. Sukur-sukur kalau si mama mau jemput. Tapi biasanya sih nggak, menghemat solar brooh (alasan klasik si mama).

Sebagai koass neuro minggu pertama, kehidupan masih adem ayem tapi dipenuhi dengan kebingungan-kebingungan yang sangat nyata. Kita harus melakukan apa, kita harus bagaimana, dan blabla lainnya, masih sangat kacau dan blur di otak saya. Instruksi saat di RSP sih memang mudah dipahami, tapi lain rumah sakit kan lain aturan. Mana ini rumah sakit juga pasiennya lumayan banyak, jadinya para residennya juga lebih menyibukkan diri dengan pasien-pasiennya dibandingkan kita--si koass minggu pertama yang kebingungan. Jadilah, saya hanya manut-manut seperti anak ayam di belakang induknya biar bisa ngeh sama perjalanan hidup selama menjadi koass neuro.

Hari-hari berlanjut dan tiba lah hari saat saya harus mendapatkan pengalaman pertama jaga. Jadi, sistem jaga ada dua, kecuali pada hari Sabtu dan Minggu, sistem jaganya jadi tiga. Ada jaga pagi (dari jam 7 pagi hingga jam 2 siang); jaga siang (dari jam 2 siang hingga jam 9 malam); dan jaga malam (jam 9 malam hingga 7 pagi). Saya dapat jaga siang saat itu bersama kakak minggu saya, inisial 'A'. Entah bagaiman, mungkin ia pemanggil (istilah yang biasa kami gunakan pada koass yang punya tendensi memanggil pasien baru). Karena, setiap kali saya jaga bersama dia, selalu saja ada pasien baru yang gawat dan akhirnya harus dimasukkan di kamar ICU. Bertanya soal lelah dan capek itu sudah biasa, terlebih di kalangan paramedis. Tidak ada yang namanya tidur nyenyak hingga mentari tiba dan ayam berkokok di esok harinya. Yang ada adalah telpon bertubi-tubi jika pasien mengalami kegawatan atau pasien baru yang tiba di UGD. Semuanya kami terima dengan tangan terbuka dan kami siap menangani kondisi kritis mereka. Itu sudah menjadi bagian dari sumpah kami, tentu. Lalai sedikit saja akan mengubah banyak hal. Terutama saat kita berbicara mengenai nyawa. Terlambat sedetik saja bisa fatal akibatnya.

Tapi, nyawa itu siapa yang pegang sih?

Prognosis atau kemungkinan perjalanan penyakit di kemudian hari biasanya kami bedakan menjadi tiga: bonam (baik), dubia (ragu-ragu), dan malam (mati). Pernah suatu ketika, saat saya sedang berdiskusi mengenai kasus seorang bocah yang mengalami trismus e.c susp tetanus cephalic (kejang tiada henti) pada seorang residen senior, saya salah menuliskan isi prognosisnya kelak. Yang saya tulis saat itu adalah bonam, padahal saya tahu bocah itu sudah meninggal tak lama setelah saya dan kawan jaga saya menangani kejang-kejangnya yang memang sudah sulit dihentikan meski dengan pemberian diazepam berampul-ampul. Jenis tetanus yang dialami si bocah ini memang terbilang jarang karena dipengaruhi oleh faktor riwayat pendahulunya: otitis media supuratif kronik (radang telinga kronik). Jadi, sudah seharusnya saya menuliskan di situ sebagai dubia et malam, bukannya bonam. Tetapi, saya segera menghapus dan menggantinya dengan malam saja karena saya tahu bocah ini sudah meninggal. Tahu-tahu, residen saya malah mencubit kecil punggung tangan saya. Beliau berkata: "Nyawa itu siapa yang pegang sih? Kan hanya Tuhan. Tulis saja di situ dubia, meski kamu  tahu anak ini memang sudah meninggal."

Di minggu ketiga saya, sebuah peristiwa menarik terjadi. Kasus yang saya hadapi hampir sama seperti pada bocah yatim piatu dan malang yang meninggal akibat tetanus itu. Kali ini adalah bocah perempuan usia 8 tahun yang tiba dengan kesadaran menurun akibat meningitis purulenta. Lagi-lagi bocah ini lepas di depan mata saya. Mendiagnosis kematian seseorang secara teknis memang gampang. Orang non medis juga tahu kok. Tetapi, pertanyaan mendasar yang terbersit di benak saya saat itu adalah apakah kita sudah siap untuk menerima kematian itu sendiri?

Minggu keempat adalah minggu ujian. Ujian sih jangan ditanya. Di mana-mana, yang namanya ujian memang sulit. Sehebat apapun kita tentu tidak bisa mengalahkan pendahulu yang sudah lebih senior, contohnya penguji kita sendiri. Tapi ya, banyak berdoa saja. Dunia koass adalah dunia persaingan sehat. Bagaimana kita mau bersikap dan menghadapi tantangan yang nyata dan dipasang tepat di depan mata kita tergantung dari sifat mendasar yang sudah terbentuk sejak awal. Bahwasanya, karakter sesungguhnya dari seseorang baru muncul di saat ia sedang dihadapkan dengan persoalan yang rumit dan membutuhkan waktu singkat untuk diatasi. Lalu, di sinilah kita ditempat, bagaimana menjadi koass yang bermutu, tidak hanya dari segi ilmu tetapi juga dari sisi moral. Ahli medis dianggap dewa bukan karena mereka memberikan teori bejibun dengan bahasa malaikat setingkat Kamus Dorland. Tidak, tentu. Melainkan pada output yang match dengan situasi padahal input dipenuhi dengan konotasi berbau medis.

Saya hanya memiliki sudut pandang yang simpel mengenai kehidupan profesi. Pada umumnya, selalu sama dengan profesi-profesi lainnya di luar sana. Memiliki kode etiknya masing-masing dan aturan yang berlaku. Keluar dari sumpah berarti membuat masalah dengan Tuhan. Mengapa? Sebab, saat kami telah bersumpah, kami tidak menggunakan nama Hipocrates, tetapi nama Tuhan kami.

Lagi-lagi, sebelum berpisah, saya hanya ingin memberitahukan bahwa curhatan ini adalah murni dibuat atas kegilaan dan kegajean seorang koass sedeng. Menumpahkan isi hatinya di kolom blognya yang tiada harap ingin menjatuhkan nama ataupun gelar siapapun. Jika ada kata-kata yang salah, mohon dimaafkan.

Sekian dari saya,
may joy stays forever in our heart.
 

Doktel oh Doktel

Kamis, 25 Oktober 2012

no comments. i'm just too tired talking so loud.

Sunday's Madness

Minggu, 21 Oktober 2012

we will not go down
in the night without a fight

---
every. single. days.

 

Co-Assisstant?

Sabtu, 13 Oktober 2012

Night, fellas. Di sini Leon hadir hanya untuk menyampaikan uneg-unegnya selama menjalani tiga minggu di instalasi Radiologi sebagai seorang dokter muda. Bagian pertama dan perdana. :>

Banyak yang masih dibuat bingung dengan perbedaan istilah co-ass, koas, kos-kap, atau dokter muda. Semuanya bermakna sama kok. Sama-sama mengenakan jas putihnya dengan sulaman nama dan gelarnya dengan benang hijau. Sama-sama mahasiswa klinik yang sedang melalui masa-masa profesinya sebelum meraih gelar dr di depan namanya. Yah, semuanya sama.

Instalasi Radiologi selama tiga minggu cukup berarti bagi saya, meski proporsi bertatap muka secara langsung ke pasien belum ada sebab di bagian ini, kami hanya diberi bimbingan dan arahan untuk melihat langsung proses pengambilan foto (x-ray, colon in loop/barium enema, OMD, BNO-IVP, uretrocystography, USG, dll). Jadi, kemungkinan besar saya sudah pernah terpapar dengan radiasi sinar. OwO/

Ruangan koas kami sangat nyaman, minus udara dingin sebab AC di ruangan tampaknya mengalami kerusakan padahal setiap minggunya kami bertumpuk sebanyak 10 atau lebih manusia. Bahkan, ada tambahan dari kakak minggu kami. Tapi ya, disiasati dengan cara jalan-jalan ke koridor instalasi atau ke ruang baca foto yang dilakukan oleh residen (peserta PPDS) radiologi. Tepat di samping ruangan koas, ada ruangan lain yang dipenuhi dengan light box, meja kayu, dan set komputer untuk mengetik hasil pembacaan foto yang masuk. Semua residen bekerja dengan telaten, mengamati cermat foto-foto yang bertumpuk di meja mereka sehingga kadang waktu untuk membimbing kami terbuang. Kami bisa memahaminya kok. Maka dari itu, kami langsung saja beranjak ke ruangan baca dan berdiri sambil bertanya-tanya ke residen yang sedang membaca foto di light box-nya. Secara tidak langsung, kami bisa seperti mereka meskipun ilmu radiologis kami tentu masih sangat dasar dan sesuai dengan kompetensi kami sebagai dokter umum. Setidaknya pula, kami belajar sambil mengamati. Fungsi motoris dan psikomotor pun bekerja.

Koas itu apa sih? Ada dokter pembimbing kami yang berkata bahwa kami adalah semacam corpus alienum (benda asing yang tidak diinginkan). Kasarnya adalah gulma/hama. Kami disebut sebagai pengganggu karena keberadaan kami yang pure masih kosong dengan hal-hal yang berbau klinis praktis dan bisa diterapkan baik ke pasien pun masih sangat sangat sangat minim. Yah, disadari atau tidak memang benar sih. =w=

Tapi sesungguhnya, mereka yang kini berada di atas kami dulu pernah seperti kami. Merasakan derita, senang, dan sedih sebagai corpus alienum. Mereka mendapatkan ilmu dari eksistensi mereka yang dianggap demikian. Dan, di kemudian hari (saat ini), mereka berhasil menjadi guru-guru kami. Well, saya berharap hal yang sama juga terjadi pada saya kelak. Amin.

Perbedaan mendasar cukup jelas pada mereka yang mengenakan jas putih dan tampak mondar-mandir di koridor rumah sakit. Ada yang bertangan dingin dan sanggup memberi kesembuhan tanpa tindakan yang bersifat invasif dan ada pula yang kebingungan karena tidak paham. Saya rasa itu normal sebab otak semua orang tidak lah sama meski jika diasah berulang-ulang kali akan memproduksi hal yang luar biasa. Magnificent! 

Oh iya, saya teringat pada hal yang telah saya lalui beberapa hari terakhir ini di instalasi radiologi. Kebetulan konsulen referat saya berlokasi di rumah sakit yang berbeda dari rumah sakit tempat saya berdinas sehingga saya harus mengejar beliau pasca ujian foto kemarin (Jum'at, 12-10-2012). Jaraknya cukup jauuuuuuuuuh, seperti dari barat ke timur atau dari selatan ke utara. Hiks. Belum lagi suhu di kota saya bertempat tinggal memanas dan hujan tampak absen mengguyur kota yang mulai beranjak menjadi kota metropolitan ini a.k.a kota macet broh. Dan, kebetulan juga, salah satu teman minggu saya berencana untuk ujian referat di sebuah rumah sakit tak jauh dari rumah sakit tempat konsulen saya bertugas. Jadilah saya naik motor di bawah teriknya mentari. Saya sadar saya makin gosong hanya dalam waktu dua hari saja. T3T

Saat tiba, saya menunggu di bagian CT-scan, stroke center, rumah sakit itu. Tak berselang lama, saya memberanikan diri masuk ke ruangan konsulen saya dan meminta konsul dan tanda tangan referat saya itu. Cuma lima menit berlalu dan buzz buzz buzz, urusan perihal dokumen referat usai. Maka, karena bosan dan gak tau mau ke mana lagi, mengingat helm yang saya pakai dibawa pergi sama teman saya yang bawa motor itu. Jadi... larilah saya ke sebuah mall tak jauh dari rumah sakit itu. HAHAHA. xD

Apa yang saya lakukan di mall sepagi itu? Yahh, saya duduk-duduk gak jelas di depan market berlabel Hero dan mengamati orang-orang berlalu lalang. Bosan, saya pindah ke lantai dua dan memasuki toko buku Gramedia. Di sana, saya tidak segera melangkah ke rak-rak komik melainkan ke rak-rak yang menyediakan buku-buku sains kedokteran. Yahh, sekedar baca-baca doang sih. Di antara sisipan buku-buku yang bisa membuat saya mengantuk itu, ada barisan buku di bagian bawah rak itu berukuran kecil, kira-kira bisa dimasukkan ke saku jas koas saya. Judul bukunya sangat unik menurut saya apalagi authornya. Itu kan senior saya! O.O/

Kok masih mau jadi dokter?
Itu judul bukunya. Saya keasyikan membaca buku itu hingga tak sadar jam sudah menunjukkan angka 12. Akhir kata, saya pun membeli buku itu tanpa banyak pikir. Haha. Sembari menunggu ujian teman saya selesai di rumah sakit lain, saya membaca sisa bab di buku itu sambil makan donat di J.CO. Saya ini... memang sangat suka membolang seorang diri. Malah, seorang diri itu bebas. Gak terikat dengan keinginan orang lain yang mau ke sini, mau ke sana. Gak enaknya pasti ada dong. Tapi, saat itu saya memang lagi pengen berkelana seorang diri saja.

Perihal alasan mengapa saya membeli buku tulisan senior saya itu ialah karena isinya cukup menggungah hati saya. Bahkan, saya gak takut menangis di pojokan J.CO gegara baca satu chap tentang pengalaman dr. Yose (sang author) yang bertugas di sebuah UGD rumah sakit di pedalaman. Banyak sekali pelajaran akan moral yang memberikan saya banyak gambaran tentang kehidupan paling absurd seorang dokter. Jika ingin ditilik dengan baik, stigma masyarakat yang mengganggap dokter adalah dewa masih melekat erat. Namun... pada hakikatnya, dokter juga manusia, bukan? Tak ada satu pun manusia yang sempurna. Tetapi, ada sebuah tugas seorang dokter yang tak boleh tidak dilakukannya hingga di akhir hayatnya, yakni long live learning.


Tumpukan buku demi buku merajai isi otak, tetapi pada akhirnya lelah dan ngantuk selepas seharian mengurusi puluhan lebih pasien menjadi penghalang. Betapa pun kami dianggap sebagai yang paling tahu, sesungguhnya masih ada hal klasik yang selalu terlupakan. Ini bukan tameng kami pada saat kami melakukan kesalahan, ini hanya pengakuan penuh kelogisan dan rasionalitas yang memiliki arti. Kami bukan ahli nujum yang bisa memerkirakan nyawa dan usia manusia yang berada dalam tanggung jawab kami, tetapi kami bertindak, bergerak, dan berkata sesuai ilmu pasti yang berhasil kami terima selama menjalani profesi ini. Kami belajar dari pasien kami dan tidak munafik kami tidak berkata bahwa kami bisa mendapatkan sesuap nasi oleh tangan-tangan mereka jua. Jika kami melakukan kelalaian, maka itu mungkin sudah menjadi nasib kami. Hanya Tuhan yang berhak menghakimi kami di kemudian hari.


Semoga kami selalu berada dalam lindungan Ilahi selama menjalani praktik profesi kami. Amin.

Minggu depan, saya akan beralih ke bagian Neurology. Bagian ini saya yakin akan menjadi bagian pertama lain yang memerlukan ekstra fisik dan mental. Semoga Allah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada saya, selalu. Amiin Ya Rabb.


Tulisan ini tidak menghakimi siapapun. Tulisan ini murni dibuat atas dasar keegoisan seorang koas baru yang tidak tahu apa-apa selain mengamati dan mencontohi. Bersama dengan hari-harinya yang konyol. Wassalam.

Birdy Stones


into

 

燕 (II)

Jumat, 12 Oktober 2012


'Aku akan menjagamu hingga kau beranjak dewasa! Itu tugas seorang abang, 'kan? Hihi.'

'Ngg, kau itu bodoh atau apa sih?'

'NANI?!'

'...ya sudahlah. Lakukan saja semaumu.'

'Ck! Kau ini! Adik macam apa, heh?'

'...'

'Oi, Sasuke!'

'...Naruto, jangan terlalu terikat pada apapun itu, terutama pada orang lain. Nanti... ah tidak, suatu saat, kau pasti akan membenci orang itu saat ia memutuskan untuk bergerak menjauh darimu.'

'Leon'-- si Lepi 14 inci.


Everything starts from tiny madness.

p.s: di sela-sela mengerjakan referat radiologi, para klon shimeji memenuhi layar si 'Leon'. :3

Rabu, 10 Oktober 2012



Naruto (c) Kishimoto Masashi
---

TSUBAME
()
by Leon
only for 10.10.2012
(Naruto Uzumaki’s birthday)
Prompt: Reverse Character.
(divided into two parts)

.
Summary : Tubuh kalian saling bertukar. Jiwa kalian turut bertukar. Kalian saling membenci. Tetapi, bisakah pertukaran itu terjadi jua pada nasib? Kurasa tidak.
.

Sketch Book #5

Kamis, 20 September 2012


into


male session. SAI paint tool. (10.00 a.m)

Sketch Book #4

Rabu, 19 September 2012


into


drawn by me. SAI paint tool. (9.30 p.m)

p.s : the color of the leg is epic fail. ;;w;;

Sketch Book #3


into


drawn by me. SAI paint tool. (8.00 a.m)

Sketch Book #2

Selasa, 18 September 2012


into


drawn by me. SAI paint tool. (7.p.m)

Sketch Book #1


into


drawn by me. using SAI paint tool (2:00 p.m)

A Confession: FID #4 Present

Kamis, 06 September 2012



Mana yang lebih sulit? Memaafkan atau dimaafkan?        

Sebab, bagi seorang Uzumaki Naruto…

kehilangan kepercayaan jauh lebih menyakitkan dibanding kedua opsi itu.

Time Capsule

Jumat, 25 Mei 2012

"I wish I just could have turned back the time."

"I wish if all things that happened were merely dreams."

"I wish I could live in a small box with lot imaginations."

"I wish..."

wish...


...wish to be more mature.


But in the end, none of those hopes change everything. Time won't go back. Time is a single forward unseen object which remind us to be more more more mature. When time collapse, none of us would understand how precious time was. Each words, breaths, sounds, and acts are based on time. We live between the law of moving time. We should forgive mistakes from things which we already choose. 'Cause, one day, one day, we could be much wiser. Become a wise person who always thinks on many perspectives.

Never blame your fate. Never blame God. Never blame your own self for things you choose.


Best of Best [Mockingjays]

Sabtu, 28 April 2012






Sore, fellas.

Finally I could finish reading this third serial! Yeaaaah!


Hari ini saya kembali mengisi entri blog saya dengan beberapa potongan scene yang ada di dalam novel ketiga Hunger Games, treet treet treet, Mockingjay! Novel terakhir dari trilogi Hunger Games ini berfokus pada sisi usaha pemberontakan dan perjuangan Katniss bersama rekan-rekannya demi mendapatkan kemerdekaan yang selama ini terbelenggu oleh Capitol. Mungkin banyak reader yang berkomentar negatif terhadap seri ketiga ini karena jelas no more games dan lebih banyak nyeritain kisah-kisah dramatik dan patriotik seorang Katniss Everdeen. Hm, hm, hm. Iya sih, rada membosankan memang layaknya kita sedang membaca buku sejarah. But, entah kenapa saya malah adore buku ketiga ini saat melihat bagaimana sih seorang remaja muda semacam Katniss, Gale dan Peeta ikut terlibat langsung dalam usaha pemberontakan demi menciptakan dimensi dunia yang stabil dan damai seperti yang telah diwujudkan nenek moyang mereka dahulu? Yah, memang rada njelimet, mengingat ugh banyak dialog yang lebih cocok dibaca oleh mereka yang paham politik. Well, setiap buku fiksi sci-fic memang punya sisi positif dan negatifnya, tapi akan bijaksana jika kita bisa menyerap positive side-nya ketimbang memikirkan bagaimana kelak jika buku ini difilmkan. Haha. Pasti setting-nya susah (saya aja gak bisa membayangkan dengan baik deksrip tiap suasananya).

Mengenai konten secara detil, saya hanya bisa merangkumkan saja. Perihal romance side-nya, well mungkin gak banyak seperti di sekuel kedua, Catching Fire, soalnya di akhir CF, Peeta diculik oleh pihak Capitol dan otaknya dibajak. Hampir setengah dari buku ketiga ini, Peeta gak dibicarakan sama sekali. Katniss yang terpisah cukup lama dengan Peeta membuat efek yang begitu besar pada emosionalnya. Gale pun tidak akan mengambil kesempatan, dia hanya berusaha menghibur dan mengisi kekosongan itu dengan waktu-waktu yang bisa disediakannya untuk Katniss. Makanya, di awal-awal MJ, kesan Gale-Katniss cukup banyak. But of course, seperti yang tercantum di potongan dialog antara Gale dan Peeta di akhir chap 23 (lihat di bawah entri ini), seseorang yang keberadaannya dapat memengaruhi hidup Katniss akan memenangkan hatinya. Dan sudah jelas itu siapa, bukan?

Yap, siapa lagi kalau bukan si bread boy! Peeta Mellark! =D


-.-


-.-
[Mockingjay chap. 2 pg 33]


"Aku hendak meminta pendapatmu tentang perang, tapi kalau kau terlalu kesal..." Caesar melanjutkan.

"Oh, aku tidak terlalu kesal untuk menjawabnya." Peeta mengambil nafas dalam-dalam lalu memandang lurus ke depan kamera. "Aku mau semua yang menonton--baik itu yang di pihak Capitol atau pihak pemberontak--agar berhenti sejenak dan memikirkan apa arti perang ini. Untuk umat manusia. Kita hampir punah karena saling membunuh. Kini jumlah kita bahkan lebih sedikit. Kondisi kita makin payah. Apakah ini yang sungguh-sungguh kita inginkan? Memusnahkan satu sama lain? Demi apa? Agar ada makhluk hidup yang dianggap pantas yang akan mewariskan sisa-sisa hidup yang dianggap binasa?

"Aku tidak sepenuhnya... aku rasanya tidak paham..." kata Caesar.

"Kita tidak bisa terus berperang, Caesar." Peeta menjelaskan. "Takkan ada cukup manusia yang tersisa untuk terus berperang. Kalau semua orang tak meletakkan senjata--dan maksudku, sesegera mungkin--segalanya akan berakhir."


-.-

[Mockingjay chap 7 pg 113]


"Aku ingin memberitahu para pemberontak bahwa aku masih hidup. Aku ada di sini di Distrik Delapan, Capitol baru saja mengebom rumah sakit yang penuh dengan lelaki, perempuan, dan anak-anak tak bersenjata. Takkan ada korban selamat." Keterkejutan yang kurasakan mulai berubah jadi kemarahan, "Aku ingin memberitahu orang-orang bahwa jika ada yang berpikir Capitol akan memperlakukan kita dengan adil dengan adanya gencatan senjata, kau pasti bermimpi. Karena kau tahu siapa mereka dan apa yang mereka lakukan." Kedua tanganku langsung terangkat, seakan ingin memperlihatkan seluruh kengerian di sekelilingku. "Inilah yang mereka lakukan! Dan kita harus melawan balik!"

Aku bergerak mendekati kamera sekarang, didorong oleh rasa marahku. "Presiden Snow bilang dia mengirimi kita pesan? Kalau begitu, aku juga punya pesan untuknya. Kau bisa menyiksa kami, mengebom kami, dan membumihanguskan distrik-distrik kami, tapi kau lihat itu?" Salah satu kamera mengikuti arah yang kutunjuk, pesawat-pesawat yang terbakar di atas atap gudang di seberang kami. Lambang Capitol di sayap pesawat tampak jelas di antara kobaran api. "Api sudah tersulut!" Aku berteriak sekarang, bertekad agar Snow tidak kehilangan satu pun kata-kataku. "Dan jika kami terbakar, kau terbakar bersama kami!"




-.-

[Mockingjay chap 17 pg 263-264]



"Annie," kata Delly dengan nada riang, "kau tahu tidak, Peeta ini yang menghias kue pengantinmu? Di distrik dulu, keluarganya punya toko roti dan dia yang membuat hiasannya."

Dengan hati-hati, Annie melihat melewati Johanna. "Terima kasih, Peeta. Indah sekali."

"Dengan senang hati, Annie," kata Peeta, dan aku mendengar nada lembut dalam suaranya yang kupikir sudah lenyap selamanya. Memang, kata-kata itu tidak ditunjukkan padaku. Tapi tetap saja ada di sana.

"Jika kita ingin tepat waktu untuk jalan-jalan, sebaiknya kita pergi sekarang," kata Finncik pada Annie. Dia mengatur nampan mereka agar bisa membawanya dengan satu tangan sementara tangan satunya menggenggam erat tangan Annie. "Senang bertemu denganmu, Peeta."

"Baik-baiklah padanya, Finnick. Atau aku akan berusaha dan merebutnya darimu." Kata-kata itu bisa saja terdengar sebagai candaan, jika nadanya tidak sedingin itu. Segalanya yang tersampaikan di sana terdengar salah. Ketidakpercayaannya pada Finnick, maksud tersirat bahwa Peeta bisa jadi menyukai Annie dan Annie bisa meninggalkan Finnick dan aku bahkan tak ada di sini.

"Oh Peeta." kata Finnick santai. "Jangan membuatku menyesal sudah menghidupkan jantungmu lagi." Dia menarik Annie menjauh dan memandang khawatir padaku.




-.-

[Mockingjay chap 21 pg 314-315]




Dalam waktu kurang dari satu jam sudah ada dua permintaan untuk kematian Peeta.

"Jangan konyol," kata Jackson.

"Aku sudah membunuh anggota pasukan kita!" pekik Peeta.

"Kau mendorongnya menjauh. Bagaimana kau tahu dia akan memicu jaring tepat di tempat kau melemparnya?" kata Finnick, berusaha menenangkannya.

"Masa bodoh! Dia tewas, kan?" Air mata mulai mengalir di wajah Peeta. "Aku tidak tahu. Aku tak pernah melihat diriku seperti itu sebelumnya. Katniss benar. Aku ini monster. Aku ini mutt. Aku ini orang yang sudah diubah menjadi senjata oleh Snow!"

"Bukan salahmu, Peeta," kata Finnick.

"Kalian tidak bisa membawaku ikut. Tinggal masalah waktu sebelum aku membunuh orang lain." Peeta memandang ke sekeliling, melihat wajah-wajah kami yang kebingungan. "Mungkin kalian pikir lebih baik meninggalkan aku entah di mana. Membiarkanku mengadu nasibku sendiri. Tapi itu sama saja dengan menyerahkanku ke tangan Capitol. Apakah kalian pikir kalian membantuku dengam mengirimku kembali ke Snow?"

Peeta. Kembali ke tangan Snow. Disiksa dan dianiaya sampai tak ada setitik pun bagian dari dirinya yang lama yang bisa muncul lagi. Entah kenapa, bait terakhir dari lagu Pohon Gantung terngiang dalam benakku. Tentang lelaki yang ingin kekasihnya mati daripada wanita itu harus menghadapi iblis yang menunggu kekasihnya di dunia.

"Aku akan membunuhmu sebelum itu terjadi." kata Gale. "Aku janji."


-.-

[Mockingjay chap 23  pg 355-356]


Kami mengganti perban, memborgol Peeta kembali ke tiang, lalu bersiap tidur. Beberapa jam kemudian, aku terbangun dan menyadari ada yang sedang mengobrol dengan suara pelan. Peeta dan Gale. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menguping.

"Terima kasih airnya," kata Peeta.

"Sama-sama," sahut Gale. "Lagipula, aku terbangun sepuluh kali malam ini."

"Untuk memastikan Katniss masih di sini?" tanya Peeta.

"Semacam itulah," Gale mengakui.

Ada jeda panjang sebelum Peeta bicara lagi. "Lucu juga apa yang dikatakan Tigris tadi. Tentang tak ada seorang pun tahu apa yang harus dilakukan terhadapnya."

"Yah, kita tak pernah tahu," kata Gale.

Mereka berdua tertawa. Aneh rasanya mendengar mereka bicara seperti ini. Nyaris seperti sahabat. Padahal sebenarnya tidak. Tak pernah jadi sahabat. Walaupun mereka juga tidak bisa dibilang bermusuhan.

"Dia mencintaimu, kau tahu tidak?" kata Peeta. "Tanpa perlu dia bilang, aku tahu setelah mereka mencambukmu."

"Aku tidak percaya," sahut Gale. "Caranya menciummu di Quarter Quell... yah, dia tak pernah menciumku seperti itu."

"itu cuma bagian dari pertunjukan," kata Peeta, meskipun ada nada ragu dalam suaranya.

"Tidak, kau sudah memenangkan hatinya. Menyeragkan segalanya demi dia. Mungkin itu satu-satunya cara untuk meyakinkan dia bahwa kau mencintainya." Ada jeda panjang. "Seharusnya aku mengajukan diri menggantikan posisimu pada Hunger Games pertama. Melndunginya pada saat itu."

"Kau tak bisa melakukannya," kata Peeta. "Dia takkan pernah memaafkanmu. Kau harus mengurus keluarganya. Baginya, keluarga lebih penting daripada hidupnya."

"Sebentar lagi takkan jadi masalah. Kurasa kecil kemungkinan kita bertiga masih hidup saat perang berakhir. Dan jika kita bertiga masih hidup, kurasa itu masalah Katniss. Siapa yang ingin dipilihnya." Gale menguap. " Sebaiknya kita tidur."

"Yeah." Aku mendengar borgol Peeta merosot turun di tiang. "Aku penasaran bagaimana dia akan memutuskannya."

"Oh, kalau itu aku tahu caranya." Samar-samar aku bisa mendengar kata-kata Gale terakhir dari balik lapisan bulu. "Katniss akan memilih orang yang menurutnya tanpa keberadaan pria itu tak sanggup membuatnya bertahan hidup."

Art of Mockingjay's Rebirth

Kamis, 26 April 2012

Good evening, fellas. Rite here, when my mood swing got into the very lowest level, I'll say desperately about my beloved dear mockingjay princess, Katniss Everdeen. 


This art belongs to me and DRD. Please don't put on your site without our permission, or at least give the credits like this : art by @leon&DRD. Sorry for the inconvenience. =)



Retro Session

Minggu, 22 April 2012

Malam, fellas. Saya balik dengan sebuah posting yang gak banget. Haha. Lagi-lagi saya dan kawan photo session kampus ngadain retro style photo session! Yeah. Gak banget kan? Emang. Wkwk.

Ini hanya sekadar hobi kok, kami bukan model apalagi artis. Kami memang biasanya ngambil shoot kalau ada waktu senggang saja di antara waktu bejibun hanya untuk urusan kampus. Lagian, kalo kita udah tua nanti, foto-foto ini yang bakal mengingatkan masing-masing dari kita bahwa ooh~ dulu saya gitu toh. Yap, sesuai tema juga. Retro! Alias jamannya John Travolta, cyiin. *heh*

Warna nabrak sana-sini gak peduli norak yang penting sesuai dengan kostum jaman tahun 70-80-an. Hahay. Kami juga mengadaptasi tema kostum di OMV T-ARA yang Roly Poly. Huhuu. Yah meski gak mirip-mirip amat yang penting kan warnanya serba nabrak dan noraaaaak! *dor*

Buat dijadikan perbandingan ya (dan jelas jangan dibandingkan ya). Wkwk

It's... us! LOL


Just compare it and see the difference. Haha.




Sesuatu ya? Wkwkwk. Tebak saya yang mana? (gtroll)

Jaman Retro emang khas dengan gaya rambut yang euh nge-blow dan keriting-keriting aseek. Hahahaha. Sebenarnya gak hanya berempat lho kita fotonya, masih ada dua orang lagi tapi yang satu sibuk difoto sama fotografernya dan yang satunya yang motoin kita. Hihi. Sumpaaaah, norak kan? Saya sendiri malu lihat pakaian saya. Malu karena gak berani make begituan kalo di luar soalnya ntu kostum cuma dipake buat kepentingan photo session doang. =w=

Pengambilan gambar dilakukan kemarin, tanggal 21 April 2012 di sebuah lokasi jauh dari pemukiman warga dan jalannya lumayan sepi lah. Kalo gak sepi, mana mau kita difoto gaya gituan. Mayuuu~ ROFL. Fotografernya adalah salah setu senior kami di kampus yang juga sangat profesional di bidang perfotoan. Tidak hanya tema Retro yang kami tampilkan, ada alasan khusus kenapa kami ngadain photo session gaya ini kemarin. Yap, inti take photo kemarin itu adalah levitasi. LEVITASI! :D

Levitasi? Apa itu levitasi? Yup. Pernah gak liat foto orang sambil loncat trus no ekspresi dan seakan-akan dia kayak gak loncat sama sekali. Nah itulah levitasi. Istilah levitasi diperkenalkan oleh wanita Jepang bernama Natsumi Hayashi melalui web-nya. Ini dia web-nya~ :3

http://yowayowacamera.com/banana/

Kyuuung~ She's so awesome with those levitation! 


Foto hasil levitasi kami masih ada di tangan sang fotografer, jadi saya belum punya softcopy-nya. Hihi. Entah kalau sudah dapat saya bakal ngedit posting ini dan nambahin foto levitasi kami.

Soo, I think that's all fot tonight. Simple posting and simple photo (?). Yeap.

Passion for The Week.

Jumat, 20 April 2012

No words. No sentences. Only a picture. One picture.


Credit:
At elegant photography, April 11th 2012.

Picnic and Games.

Kamis, 19 April 2012

Sore, fellas. 


Saya balik dengan ramblingan gaje saya tentang dua hal yang udah saya sebutkan di judul. I won't talk much in this session. Saya lebih suka ngasih deskripsi via foto atau pun gambar. Jadi, ceritanya gini. Sekitar seminggu yang lalu, tepatnya tanggal 11 April kemaren, saya dan beberapa temen kampus had vintage picnic. Temanya mudah kok. Vintage! Lalalala. Jadi pemilihan kostum dan warna semuanya pastel dan soft. Pokoknya properti dan kostumnya diatur supaya mirip-mirip. Haha. Yahh, mungkin aktivitas photo session ini bukan kebiasaan kami, cuma buat ngisi waktu luang saja pasca ujian. Cause, one picture could describe thousands words. =)

Berikut ini properti yang kita tampilkan selama piknik berlangsung. Oh iya, lokasi piknik kami lumayan jauh ya dari kota dan sempat nyasar ke sana ke mari demi lokasi~ (dor) Tapi, senengnya gak ketulungan pas dapat lokasi yang yah.. lumayan mendukung, meski hari udah semakin gelap aja. TAT

Fotografi oleh saudari DRD (nama samaran) atau lebih tepatnya the butterfly girl yang juga ikut bersama kami di photo session ini. Menggunakan kamera SLR tipe entah-apa-itu (yang gak tau tentang gituan).

Our properties. =)




Our beautiful foods and beverages 


Another eye catchy vintages. XD

Voila! This is it! Which one is me? :D

Games. Di judul juga ada kata games. Maksudnya apa ya? Yahh, masa-masa fg-ing saya tentang Hunger Games tentunya. Sekuel kedua (Catching Fire) udah saya tamatin meski sehari sesudahnya saya ada ujian sistem. LOL. Dan know what, sekuel ketiga (Mockingjay) masih stuck di chapter tujuh. =___=

Please give meeeh the mockingjay piiiin~

Akhir kata sekian blog saya hari ini. Cuma mau posting kegiatan saya selama beberapa minggu ini kok. (dor)


Hunger Games Attack!

Sabtu, 07 April 2012

It's almost reaching midnight, fellas, and I doubt I could get my beauty sleep tonite'. But, my over reacting brain keeps me stay tune one PC since I've watched 'Hunger Games' on theater. So, for killing my over-bed-time, I supposed to write something about that movie. Whoozah! XD

Sebelumnya, saya memang belum pernah baca bukunya, tapi udah denger-denger dari banyak sumber kalau tuh versi novelnya bakal dibuatin film. Dan voila! Saya kira dan menurut desas-desus kabar angin selatan, barat, timur, dan utara, bilang katanya film itu isinya cuma bunuh-bunuhan doang. Iya sih, awalnya memang dan intinya cuma games bunuh-bunuhan. Dulu, saya pernah nonton film Jepang bertemakan sama. Judulnya... jeng jeng jeng... Battle Royale! Lebih sadisan pelem ini sih emang. Dan, dari awal sampai akhir, isinya cuma bunuh-bunuhan doang. Nah, Hunger Games sendiri tak hanya mengekspos sisi 'kejinya' dan 'thriller'-nya saja. Menurut saya yang udah menyimak film ini, Hunger Games tak hanya mencakup satu jenis genre, melainkan multiple genres, e.g : romance, drama, family, sci-fic (paling kelihatan), action, adventure, dll. Begitu banyak genre kemudian dikemas menarik oleh sang penulis, Suzanne Collins. =))

Dimulai dengan kehadiran Katniss Everdeen, gadis 16 tahun berkepang yang hidup di distrik termiskin kota Panem. Hunger Games sendiri sebenarnya dibuat sebagai anniversary untu mengingat bagaimana perjuangan menuju evolusi pasca perang terjadi di Amerika Utara. Konon katanya, kota Panem, Capitol, dan ke-12 distrik berasal dari sana. Semenjak perang, terjadilah perubahan tata nama dan pembagian kota. Semakin besar angka distriknya, maka semakin berkurang kemakmurannya. Dan, di distrik 12-lah, kedua tokoh utama kita berasal. Katniss Everdeen dan Peeta Mellark. Kyuuung~

Dari sisi pengambilan scene dengan kamera, nuansanya seperti kayak di film dokumenter. Kameranya sering bergoyang, tetapi di situ lah daya tariknya. Yah, saya sih sebenarnya gak banyak tau soal bagus tidaknya kualitas sebuah film ditinjau dari kacamata profesional, jadi yang saya bilang bagus berarti sesuai standar saya. Wkwk.

Aaa. There lot of fluffy things in there! Buktinya, Peeta yang dengan beraninya berkata ke audiens/penonton Hunger Games kalau dia suka Katniss. Kyuuung. Tapi, Katniss hanya menjawab dari belakangs stage dengan tatapan marah dan emosi. Sampai-sampai dia nyaris nyekik si Peeta. Dan juga, ada scene di mana saat mereka lagi di hutan dan udah berpisah satu sama lain, terus si Peeta ternyata gabung dengan tim ugh-so-annoying peserta dari distrik 2 dan 1 (Glimmer, Cato, Clove, dan Marvel), saya sempat berpikir yang enggak-enggak tentang Peeta. D:

He must be the traitor! And I despise traitor! D:

Tapi, ternyata... akhirnya saya tau tujuan Peeta bergabung dengan tim-nya Cato, dkk. Biar, dia bisa tau pergerakannya mereka. Karena, sampai di pertengahan games, Katniss selalu selamat. Kemungkinan besar, tim Cato pasti ngincar Katniss. Hiks. Dan, memang terbukti. Nyatanya, Katniss nyaris tertangkap mereka. Tapi, berkat bantuan Rue (peserta dari Distrik 11), Katniss bisa menyelamatkan dirinya yang cuma bisa bertahan di atas pohon. Serbuan serangga yang menurut saya kayak Tomcat (?) itu bikin tim-nya Cato lari ngibrit, plus dengan berakhirnya nyawa si Glimmer. Gegara Katniss juga kena beberapa gigitannya si serangga, efek halusinasi ngaburin pengelihatan sama kesadarannya. Di tengah-tengah pelariannya, Peeta nyuruh dia buat lari sesegera mungkin dari sana, 'coz si Cato keliatan mau balik ke TKP.

Yang bikin mewek adalah scene kematian Rue. :'|

Aaa, I love the scene in cave! So sweet~ Ya pokoknya begitulah. Tee hee.

Tunggu dulu, sebenarnya Hunger Games itu apaan sih? Well, seperti yang saya sudah saya sebutkan di atas, game ini memang bertujuang untuk saling membunuh satu sama lain. Dalam artian, survival games. Siapa yang bisa bertahan, maka dia lah yang menang. Plus, ada basic rule-nya juga, only one who able to win this game. Meski dari satu Distrik mengirim sepasangan, tetep aja endingnya harus saling bunuh. Nah, karenanya, Katniss pun menolak peraturan itu. Entah dia memang bertujuang rebellion terhadap orang-orang di Capitol sana atau kah memang dia ada hati dengan Peeta. Yap. Romantisme yang diperlihatkan Katniss dan Peeta selama di Carnocupia menarik perhatian para audiens game itu. Untuk beberapa kali, Katniss mendapatkan sponsor seperti obat luka waktu kulit pahanya terkena api dan juga sup hangat untuk Peeta yang mengalami cepticemia akibat luka yang infeksi lama. Karenanya, banyak audiens yang pengen supaya Katniss dan Peeta terus bersama hingga akhir game. Dan, voila! Ke-plin-plan-an si Gamemaker terlihat di sana. Sebelum Katniss dan Peeta nyaris dan hampir memakan berry beracun itu biar mati sama-sama, si Gamemaker bersorak.

"We present you the new winners of 74th Hunger Games!"


Dasar plin-plan. Bzzzzt.

Di situ lah kelihatan kalau pihak Capitol merasa dipermalukan. Peraturan yang udah nempel sejak bertahun-tahun lamanya di Hunger Games malah dipatahin begitu saja oleh karena kisah romantis Katniss sama Peeta selama game. Hal ini pun membuat Presiden Snow (semacam pemimpin di Capitol dan Hunger Games) naik pitam. Bagaimana pun caranya, hanya boleh ada satu pemenang saja. Hingga di edisi buku ketiga (Mockingjay), si kakek tua itu pasti gak mau Katniss dan Peeta bahagia. Nyem nyem.

Ada beberapa hal yang saya sukai dari sosok Peeta. Seperti, dia itu gampang sekali nyari perhatian orang-orang, kalau nebar pesona bakal banyak yang ketarik sama dia. Trus, dia itu pintaaar banget menghias kue dan buat roti. Liat kan bagaimana dia dengan mudahnya dan miripnya melukis tangan dan wajahnya sampai bisa menirukan warna benda di sekitarnya, like iguana, I said. Mimikri! Dia juga bukan tipe cowok pemaksa. Meski yaah, dia tahu Katniss memang dekat dengan Gale, tapi dia masih bisa jaga perasaan Katniss yang galaw getoh. Tapi yang lebih terpenting dari sosok Peeta Mellark adalah... he's totally and madly in love with Katniss Everdeen as if she was part of his cooked bake. :D

Pokoknya, I ship this pairing till the end! XD

























Credit:
Picture by Lei_Li

Diberdayakan oleh Blogger.