2015 dan tanda tanya.
Kenapa demikian?
Karena banyak hal yang perlu dipertanyakan. Dan pertanyaan-pertanyaan itu turut menumpuk dari pertanyaan-pertanyaan tak terjawab di tahun sebelumnya.
Tentang bagaimana nasib di bulan Februari dan pengumumannya kelak sebulan setelahnya.
Tentang internship.
Tentang persoalan romansa hidup.
Tentang usia yang ke-24 kelak, jika Allah masih memberi kesempatan hidup.
Tentang rezeki dan limpahan kasih sayang-Nya.
Tentang....
Mari kita tutup tahun 2014 dengan doa dan semangat resolusi. Transformasi sikap dan pembaharuan global terhadap diri sendiri. Introspeksi kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama ini. Mencari celah untuk keluar dari tiap masalah yang akan datang.
Bismillah.
Happy new year!
2015 : ?
Kamis, 01 Januari 2015
Diposting oleh Leon di 19.18 0 komentar
Label: curcol, curhat, pic, sai paint tool, stupid rambling
The captivating scene yet so painful
Senin, 01 Desember 2014
Tokyo Ghoul: re chapter 8 yang bikin gw pengen nangis sekaligus ketawa. Eh, gila dong. Haha.
Yah, pokoknya campur aduk deh.
Apalah daya gw yang super massive masochist ini. Baca TG dari awal chapter dan jengkel tiada tara ketika chapter 143 ditandai Suika-sensei sebagai the last chapter. Oink, oink. Hello! Mau ditamatin tapi plotnya masih amburadul gitu? Gitulah author. Seneng-senengnya dia aja. Toh, gw tau kok ada rahasia di balik semua ini. Mulai dengan kemunculan TG: re dua bulan lalu, tapi sensasi brokoro-nya bagai dimuram durjana. Sip lah.
Chapter 7 - 8 adalah puncak dari estimasi ke-brokoro-an season 1. Masih ada season-season brokoro lainnya yang menunggu.
Diposting oleh Leon di 13.02 0 komentar
Label: curcol, curhat, stupid rambling, tokyo ghoul, tokyo ghoul:re
Rabu itu galau
Rabu, 19 November 2014
Diposting oleh Leon di 21.25 0 komentar
Label: curcol, curhat, stupid rambling
Co-Assisstant?
Sabtu, 13 Oktober 2012
Night, fellas. Di sini Leon hadir hanya untuk menyampaikan uneg-unegnya selama menjalani tiga minggu di instalasi Radiologi sebagai seorang dokter muda. Bagian pertama dan perdana. :>
Banyak yang masih dibuat bingung dengan perbedaan istilah co-ass, koas, kos-kap, atau dokter muda. Semuanya bermakna sama kok. Sama-sama mengenakan jas putihnya dengan sulaman nama dan gelarnya dengan benang hijau. Sama-sama mahasiswa klinik yang sedang melalui masa-masa profesinya sebelum meraih gelar dr di depan namanya. Yah, semuanya sama.
Instalasi Radiologi selama tiga minggu cukup berarti bagi saya, meski proporsi bertatap muka secara langsung ke pasien belum ada sebab di bagian ini, kami hanya diberi bimbingan dan arahan untuk melihat langsung proses pengambilan foto (x-ray, colon in loop/barium enema, OMD, BNO-IVP, uretrocystography, USG, dll). Jadi, kemungkinan besar saya sudah pernah terpapar dengan radiasi sinar. OwO/
Ruangan koas kami sangat nyaman, minus udara dingin sebab AC di ruangan tampaknya mengalami kerusakan padahal setiap minggunya kami bertumpuk sebanyak 10 atau lebih manusia. Bahkan, ada tambahan dari kakak minggu kami. Tapi ya, disiasati dengan cara jalan-jalan ke koridor instalasi atau ke ruang baca foto yang dilakukan oleh residen (peserta PPDS) radiologi. Tepat di samping ruangan koas, ada ruangan lain yang dipenuhi dengan light box, meja kayu, dan set komputer untuk mengetik hasil pembacaan foto yang masuk. Semua residen bekerja dengan telaten, mengamati cermat foto-foto yang bertumpuk di meja mereka sehingga kadang waktu untuk membimbing kami terbuang. Kami bisa memahaminya kok. Maka dari itu, kami langsung saja beranjak ke ruangan baca dan berdiri sambil bertanya-tanya ke residen yang sedang membaca foto di light box-nya. Secara tidak langsung, kami bisa seperti mereka meskipun ilmu radiologis kami tentu masih sangat dasar dan sesuai dengan kompetensi kami sebagai dokter umum. Setidaknya pula, kami belajar sambil mengamati. Fungsi motoris dan psikomotor pun bekerja.
Koas itu apa sih? Ada dokter pembimbing kami yang berkata bahwa kami adalah semacam corpus alienum (benda asing yang tidak diinginkan). Kasarnya adalah gulma/hama. Kami disebut sebagai pengganggu karena keberadaan kami yang pure masih kosong dengan hal-hal yang berbau klinis praktis dan bisa diterapkan baik ke pasien pun masih sangat sangat sangat minim. Yah, disadari atau tidak memang benar sih. =w=
Tapi sesungguhnya, mereka yang kini berada di atas kami dulu pernah seperti kami. Merasakan derita, senang, dan sedih sebagai corpus alienum. Mereka mendapatkan ilmu dari eksistensi mereka yang dianggap demikian. Dan, di kemudian hari (saat ini), mereka berhasil menjadi guru-guru kami. Well, saya berharap hal yang sama juga terjadi pada saya kelak. Amin.
Perbedaan mendasar cukup jelas pada mereka yang mengenakan jas putih dan tampak mondar-mandir di koridor rumah sakit. Ada yang bertangan dingin dan sanggup memberi kesembuhan tanpa tindakan yang bersifat invasif dan ada pula yang kebingungan karena tidak paham. Saya rasa itu normal sebab otak semua orang tidak lah sama meski jika diasah berulang-ulang kali akan memproduksi hal yang luar biasa. Magnificent!
Oh iya, saya teringat pada hal yang telah saya lalui beberapa hari terakhir ini di instalasi radiologi. Kebetulan konsulen referat saya berlokasi di rumah sakit yang berbeda dari rumah sakit tempat saya berdinas sehingga saya harus mengejar beliau pasca ujian foto kemarin (Jum'at, 12-10-2012). Jaraknya cukup jauuuuuuuuuh, seperti dari barat ke timur atau dari selatan ke utara. Hiks. Belum lagi suhu di kota saya bertempat tinggal memanas dan hujan tampak absen mengguyur kota yang mulai beranjak menjadi kota metropolitan ini a.k.a kota macet broh. Dan, kebetulan juga, salah satu teman minggu saya berencana untuk ujian referat di sebuah rumah sakit tak jauh dari rumah sakit tempat konsulen saya bertugas. Jadilah saya naik motor di bawah teriknya mentari. Saya sadar saya makin gosong hanya dalam waktu dua hari saja. T3T
Saat tiba, saya menunggu di bagian CT-scan, stroke center, rumah sakit itu. Tak berselang lama, saya memberanikan diri masuk ke ruangan konsulen saya dan meminta konsul dan tanda tangan referat saya itu. Cuma lima menit berlalu dan buzz buzz buzz, urusan perihal dokumen referat usai. Maka, karena bosan dan gak tau mau ke mana lagi, mengingat helm yang saya pakai dibawa pergi sama teman saya yang bawa motor itu. Jadi... larilah saya ke sebuah mall tak jauh dari rumah sakit itu. HAHAHA. xD
Apa yang saya lakukan di mall sepagi itu? Yahh, saya duduk-duduk gak jelas di depan market berlabel Hero dan mengamati orang-orang berlalu lalang. Bosan, saya pindah ke lantai dua dan memasuki toko buku Gramedia. Di sana, saya tidak segera melangkah ke rak-rak komik melainkan ke rak-rak yang menyediakan buku-buku sains kedokteran. Yahh, sekedar baca-baca doang sih. Di antara sisipan buku-buku yang bisa membuat saya mengantuk itu, ada barisan buku di bagian bawah rak itu berukuran kecil, kira-kira bisa dimasukkan ke saku jas koas saya. Judul bukunya sangat unik menurut saya apalagi authornya. Itu kan senior saya! O.O/
Kok masih mau jadi dokter?
Itu judul bukunya. Saya keasyikan membaca buku itu hingga tak sadar jam sudah menunjukkan angka 12. Akhir kata, saya pun membeli buku itu tanpa banyak pikir. Haha. Sembari menunggu ujian teman saya selesai di rumah sakit lain, saya membaca sisa bab di buku itu sambil makan donat di J.CO. Saya ini... memang sangat suka membolang seorang diri. Malah, seorang diri itu bebas. Gak terikat dengan keinginan orang lain yang mau ke sini, mau ke sana. Gak enaknya pasti ada dong. Tapi, saat itu saya memang lagi pengen berkelana seorang diri saja.
Perihal alasan mengapa saya membeli buku tulisan senior saya itu ialah karena isinya cukup menggungah hati saya. Bahkan, saya gak takut menangis di pojokan J.CO gegara baca satu chap tentang pengalaman dr. Yose (sang author) yang bertugas di sebuah UGD rumah sakit di pedalaman. Banyak sekali pelajaran akan moral yang memberikan saya banyak gambaran tentang kehidupan paling absurd seorang dokter. Jika ingin ditilik dengan baik, stigma masyarakat yang mengganggap dokter adalah dewa masih melekat erat. Namun... pada hakikatnya, dokter juga manusia, bukan? Tak ada satu pun manusia yang sempurna. Tetapi, ada sebuah tugas seorang dokter yang tak boleh tidak dilakukannya hingga di akhir hayatnya, yakni long live learning.
Tumpukan buku demi buku merajai isi otak, tetapi pada akhirnya lelah dan ngantuk selepas seharian mengurusi puluhan lebih pasien menjadi penghalang. Betapa pun kami dianggap sebagai yang paling tahu, sesungguhnya masih ada hal klasik yang selalu terlupakan. Ini bukan tameng kami pada saat kami melakukan kesalahan, ini hanya pengakuan penuh kelogisan dan rasionalitas yang memiliki arti. Kami bukan ahli nujum yang bisa memerkirakan nyawa dan usia manusia yang berada dalam tanggung jawab kami, tetapi kami bertindak, bergerak, dan berkata sesuai ilmu pasti yang berhasil kami terima selama menjalani profesi ini. Kami belajar dari pasien kami dan tidak munafik kami tidak berkata bahwa kami bisa mendapatkan sesuap nasi oleh tangan-tangan mereka jua. Jika kami melakukan kelalaian, maka itu mungkin sudah menjadi nasib kami. Hanya Tuhan yang berhak menghakimi kami di kemudian hari.
Semoga kami selalu berada dalam lindungan Ilahi selama menjalani praktik profesi kami. Amin.
Minggu depan, saya akan beralih ke bagian Neurology. Bagian ini saya yakin akan menjadi bagian pertama lain yang memerlukan ekstra fisik dan mental. Semoga Allah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada saya, selalu. Amiin Ya Rabb.
Tulisan ini tidak menghakimi siapapun. Tulisan ini murni dibuat atas dasar keegoisan seorang koas baru yang tidak tahu apa-apa selain mengamati dan mencontohi. Bersama dengan hari-harinya yang konyol. Wassalam.
Diposting oleh Leon di 22.54 0 komentar
Label: curhat, night's curcol, stupid rambling
'Leon'-- si Lepi 14 inci.
Jumat, 12 Oktober 2012
Diposting oleh Leon di 18.09 0 komentar
Label: curhat, naruto, pic, stupid rambling
Time Capsule
Jumat, 25 Mei 2012
"I wish I just could have turned back the time."
"I wish if all things that happened were merely dreams."
"I wish I could live in a small box with lot imaginations."
"I wish..."
wish...
...wish to be more mature.
But in the end, none of those hopes change everything. Time won't go back. Time is a single forward unseen object which remind us to be more more more mature. When time collapse, none of us would understand how precious time was. Each words, breaths, sounds, and acts are based on time. We live between the law of moving time. We should forgive mistakes from things which we already choose. 'Cause, one day, one day, we could be much wiser. Become a wise person who always thinks on many perspectives.
Never blame your fate. Never blame God. Never blame your own self for things you choose.
Diposting oleh Leon di 21.27 0 komentar
Label: curhat, night's curcol, sadness
Picnic and Games.
Kamis, 19 April 2012
Sore, fellas.
Saya balik dengan ramblingan gaje saya tentang dua hal yang udah saya sebutkan di judul. I won't talk much in this session. Saya lebih suka ngasih deskripsi via foto atau pun gambar. Jadi, ceritanya gini. Sekitar seminggu yang lalu, tepatnya tanggal 11 April kemaren, saya dan beberapa temen kampus had vintage picnic. Temanya mudah kok. Vintage! Lalalala. Jadi pemilihan kostum dan warna semuanya pastel dan soft. Pokoknya properti dan kostumnya diatur supaya mirip-mirip. Haha. Yahh, mungkin aktivitas photo session ini bukan kebiasaan kami, cuma buat ngisi waktu luang saja pasca ujian. Cause, one picture could describe thousands words. =)
Berikut ini properti yang kita tampilkan selama piknik berlangsung. Oh iya, lokasi piknik kami lumayan jauh ya dari kota dan sempat nyasar ke sana ke mari demi lokasi~ (dor) Tapi, senengnya gak ketulungan pas dapat lokasi yang yah.. lumayan mendukung, meski hari udah semakin gelap aja. TAT
Fotografi oleh saudari DRD (nama samaran) atau lebih tepatnya the butterfly girl yang juga ikut bersama kami di photo session ini. Menggunakan kamera SLR tipe entah-apa-itu (yang gak tau tentang gituan).
Diposting oleh Leon di 16.46 0 komentar
Label: curhat, food. beverage. curcol, friend, girls, picnic, vintage
That Girl is Waiting
Rabu, 28 Maret 2012
Malam, fellas. Hari yang melelahkan untuk beberapa minggu yang lumayan berat. Akhir-akhir ini, insomnia saya semakin parah. Gak parah-parah amat sih, cuma proses bangun tidurnya itu yang parah. Plus, mengingat saya lagi dalam edisi home alone, sepertinya rumah akan menjadi tempat kedua setelah kampus. Well, yeah.
Saya menunggu. Menunggu apa? Jujur sejujur-jujurnya seperti kacang polong, ada sebuah tanya besar yang selalu hinggap di benak saya beberapa hari terakhir ini. Memandangi foto-foto pernikahan beberapa teman dan yahh senior kampus, sedikit mencubit hati saya. Aduh. Saya sudah 20, akan menjadi 21 di tahun ini--kalau Tuhan masih mengizinkan saya hidup. I haven't fallen in love before. Never feel how relationship could grow into a very deep bond, and et cetera. Yah, gitu deh intinya. Sebagian besar hidup saya hanya untuk proses edukasi dan pencarian keterampilan duniawi dan akhirat. Sejak kecil pun, saya tidak pernah jauh sama ayah, ibu dan kakak saya, sehingga mengecap bagaimana sih monkey love itu tak pernah terpikirkan.
Idealnya, saya adalah personifikasi dari bentuk kehidupan yang hanya bergerak di tempat. Kasihan deh lu! Weks.
Karenanya, saya selalu mencurahkan kegelisahan saya akan kekurangan absurd ini melalui soc net dan komik. Nevermind cause probably--maybe--one day, I'll have one. Sayangnya, saya selalu diam di tempat. Hm.
Tidak mengapa. Satu jodoh untuk seumur hidup mungkin hadiah yang akan Tuhan berikan kepada saya. Amin Ya Rabb.
Kenapa saya harus mengkhawatirkan masalah ini, fellas? Nah. Bukan masalah umur saya yang udah kepala dua. Maybe yes, maybe no. Tapi, terkadang saya selalu bertanya dan terus bertanya pada diri saya sendiri. Saya tahu saya sangat banyak kekurangan dan bukan lah tipe gadis yang gampang menebar pesona dan senyum. Saya bagai benda entah-apa-itu namanya yang selalu terkurung dalam batok kelapa. Ngek. Preet. LOL
Lalu, saya juga belum dewasa sama sekali. Masih kekanakan, masih suka pecicilan, masih egois, masih lalalala lainnya. Ungg...
Entah sampai kapan gadis ini harus menunggu. Walau memang, jodoh, maut dan rezeki semuanya ada di tangan-Nya. Saya tidak pernah berhenti meminta doa dari yang Kuasa. Mungkin, sholat sunnahnya saja yang perlu diperbanyak. Mengingat jodoh itu sama derajatnya dengan maut dan rezeki. =)
Ngomongin soal jodoh yee itu seperti berbicara pada telapak tangan sendiri. Tidak butuh jawaban melalui verbal, tetapi selalu melalui tindakan. Apa ya hubungannya. Gak tau. : |a
Yah, pokoknya begitulah. Bzzt. Pffft. Lalalalalalala~ ngek.
Seyogyanya, dan sesuai intuisi kita sebagai wanita (kaum Hawa), proses menunggu adalah hal yang paling normal. Tinggal entah dengan cara yang bagaimana 'ia' akan didatangkan oleh Sang Kuasa. InsyaAllah. =)
drew on I-pad in RKF lecture room. March, 28th 2012.
Diposting oleh Leon di 19.44 0 komentar
Besties
Jumat, 16 Maret 2012
Good evening, fellas!
Saya teringat dengan sebuah foto lama di akun fb. Sekitar tahun 2008--kurang lebih empat tahun yang lalu. Di foto itu saya tampak berjejeran dengan teman-teman foreigner dari Asia. Sempat saya terkaget dengan foto itu. Kagetnya baru terasa sekarang. Karena, dulu saya pernah bermimpi untuk dapat menginjak tanah Nihon. Tau-tau, mimpi itu terwujudkan dalam cara yang tak disangka-sangka. Gratis pula. Tapi, saya ke sana bukan untuk tujuan wisata dan senang-senang. Ada tanggung jawab yang mesti saya pikul bersama ketiga rekan lainnya.
Ah, it's all 'bout past. Senang saat bisa mengingatnya kembali. =)
Besties. Teman jalan, teman nebeng, teman di saat susah dan senang. Yap. Prakiraan saya seperti itu. But it could be much much more than just those words. Besties ibaratnya kayu penopang untuk sebuah rumah yang sudah kokoh, namun terkadang rumah itu bisa mengalami penuaan oleh usia. Ia akan rapuh bersama pilar-pilarnya, tetapi dengan adanya penopang itu, sang rumah dapat berdiri dalam jangka waktu lama. Sama seperti Kazoku (keluarga).
Mungkin besties bisa digambarkan dengan banyak bahasa. Well, saya kurang capable dalam pendeskripsian sesuatu hingga ke taraf paling holistik. Teman, sahabat, rekan, kenalan, sobat, dan apapun namanya itu mungkin disimbolkan sebagai hubungan bak simbiosis mutualisme. Saling menguntungkan satu sama lain. But, I denied that statement. Saya kurang setuju. Meski, pada dasarnya selalu dipengaruhi dengan kondisi seperti itu, still kita memiliki sesuatu yang jauh lebih lebih lebih mutlak kendati memikirkan apakah saya harus menolong dia karna dia bahkan tak pernah menolong saya. Itu tergantung masing-masing pihak, tentu saja.
Teman itu apa? Sahabat itu apa? Kawan itu apa?
Bagi saya, teman adalah wadah untuk menampung jiwa homo homini lupus kita. Ah, kalau kata-kata saya salah, mohon dimaafkan. Kita manusia, bukan? Itu dulu pertanyaannya. Masalahnya adalah apakah kita memercayai keberadaan teman-teman kita itu? Mari kembali ke diri kita lagi.
Terkadang dan selalu, seseorang membutuhkan space untuk dirinya sendiri, tanpa orang lain berhak dan boleh memasuki apalagi mengusiknya. Saat kita menunjukkan, okay I'm done with this shit things and I wanna be alone; siapapun yang 'mungkin' peduli pada kita akan menanggapi dan mempertanyakan hal itu. Dan, ada beberapa orang yang akan menjawab dengan nada yang begitu dingin karena merespon dengan hal yang penuh keceriaan pun, ia tak bisa. She's tottally messed up and needs her own space.
Dan, itulah saya.
Kembali pada arti besties. Apa itu besties? Ya, besties adalah tempat canda dan tawa kalian. =)
Ilustrasinya mudah kok.
Diposting oleh Leon di 22.25 0 komentar
Everybody Lives in a Jar of Fireflies
Selasa, 06 Maret 2012
Pertama, sebelumnya saya gak ada niat apapun buat ngisi blog ini lagi sekarang. Sejam yang lalu, saya inget waktu di kampus liatin lepi temen yang dia-nya lagi ngapdet blog komunitasnya. Yah, saya jadi tersentil gitu. Bukan sih. Cuman ya, ini blog udah aus deh gak pernah diisi lagi dengan apa kek. Gambar gitu setidaknya. Haha.
Dua puluh menit yang lalu, ceritanya saya pengen ngaplod gambar yang hanya ada di hape. Pengen di-blutut ke lepi. Tapi, batre hape lagi kendor. Habis. Pas mau dicolok ke charger-nya, ternyata ada tiga sms yang masuk. Betapa saya syok melihat sms yang ke-dua.
"Ni, Prof Razak Datu meninggal."
Prof. dr. H. Razak Datu, Ph.D adalah guru besar departemen Anatomi, FK UH, turut juga memegang peran sebagai Dekan FK UMI. Bukan itu yang saya jadikan poin penting. Beliau adalah Penasehat Akademik saya selama tiga tahun berada di FK UH ini. Demi apapun juga, tanpa beliau, saya gak bisa selamat dari pengurusan KRS setiap semesternya. Beliau adalah sosok yang sangat baik dan penyabar. Saya tahu betul sifat beliau yang satu itu. Dari tutur kata dan cara bicaranya yang pelan dan baik, terlihat jelas beliau adalah sosok dokter yang menyenangkan.
Saya syok. Syok! Ya Allah.
Saya terakhir bertemu dengan beliau enam hari yang lalu demi meminta tanda tangan untuk surat rekomendasi pengurusan beasiswa dari pemerintah Jepang. Saya bahkan membolos kuliah dan pergi menuju ruang Dekan FK UMI karena saya lupa bilang sehari sebelumnya saat membuat janji kalau besoknya saya ada kuliah jam segitu. Tak lama setelah tiba FK UMI, saya menunggu hingga urusan beliau selesai. Betapa saya tak melihat satu tanda pun di wajahnya bila saat itu akan menjadi waktu terakhir saya bertemu dengan beliau. Innalillahi wa inailaihi rojiun.
Nyawa memang bukan lah milik kita. Hanya milik-Nya. Dan, akan selalu kembali pada-Nya. Tergantung bagaimana kita menyikapinya sebagai yang ditinggalkan.
Bagaimana pun caranya, kematian itu pasti akan menyapa kita dengan beragam cara yang tak bisa kita prediksikan. Sama seperti beliau.
Beliau meninggal saat sedang dalam keadaaan melaksanakan ibadah Umroh di Tanah Suci. Subhanallah.
--
Dunia itu sempit, selebar daun kelor kata pepatah. Kita mungkin menemukan orang yang sama dalam waktu yang sama, namun tempat yang berbeda. Oleh karenanya, judul entri hari ini dan sebagai jurnal pembuka di bulan ketiga tahun 2012 adalah... jreng jreng jreng! Baca aja sendiri. *dor*
Yaiiy! Lama sudah blog ini saya telantarkan selama kurang lebih tiga bulan mengingat mood menulis benar-benar drop. Pasca ujian OSCE, blok, praktikum, dan pengurusan KRS baru di semester terakhir untuk mahasiswa pre-klinik FK UH. T^T Well, sebentar lagi, masing-masing dari kami akan memulai meniti hidup yang baru di dunia perklinikan yang umm you know kinda harsh. Haha. Penempaan yang tepat agar kami dapat menjadi dokter seutuhnya. Amin.
Oh ya, hari ini, tepat tanggal 6 Maret 2012, saya memulai hari dengan bangun tidur, cuci muka, gosok gigi--heleh--sorry. Yah, rutinitas dan panggilan alam, bukan. Berangkat ke kampus 07.30 WITA oleh karena hujan yang kian menderas. Fiuuh. Lagian, dosennya juga telat. Selama kuliah pula, saya cuma ber-hoah-hoah (ngantuk maksudnya. :p) Semalam tidur cuma lima jam. Itu normal sih bagi mahasiswa seperti kami, tetapi yaa tubuh benar-benar exhausted! Gak tau kenapa. Dehidrasi kali ya. Padahal hawa lingkungan lagi drop kok, dehidrasi dari mana ya. Yap, begitulah pokoknya. Setelah istirahat makan siang, dilanjutkan ibadah, et cetera et cetera. Seperti biasa, ruang kuliah akan ribut di jam-jam kosong. Masalahnya ialah, pasca kuliah pertama selepas ISHOMA, dosennya datang telaaat banget. Telat dua jam deh. =w=
Akhir kata, yang saya lakukan kalau bukan ngulik-ngulik tas dan buka-buka catetan kuliah, paling maen Fruit Ninja sama Uno di I-pad-nya Dina (temen samping duduk). Kalau udah bosan, yang terjadi adalah teroret teroret~
Gak tau ya ini wajahnya siapa. Saya sukanya gambar random gitu. Kertas di buku catetan kuliah paling belakang udah jadi korban keusilan tangan saya yang bete. Haha. Gambar gambar gambar~
Awalnya sih pengen gambar Shion (red: No.6), tapi gak ingat persis style rambutnya kayak gimana. Akhirnya yang jadi cuma ini deh. LOL
I dunno who the girl above is. Maybe... me? *dor*
Ah, Dina juga bagi-bagiin permen Turkish Delight
---
Life, please be my friend.
Death, please be the reminder. Alarm for Life.
The reminder when God wants us back to our very existence.
Diposting oleh Leon di 22.27 0 komentar
Label: curhat, kabar, mati, penasehat akademik