Sore, fellas.
Finally I could finish reading this third serial! Yeaaaah!
Hari ini saya kembali mengisi entri blog saya dengan beberapa potongan scene yang ada di dalam novel ketiga Hunger Games, treet treet treet, Mockingjay! Novel terakhir dari trilogi Hunger Games ini berfokus pada sisi usaha pemberontakan dan perjuangan Katniss bersama rekan-rekannya demi mendapatkan kemerdekaan yang selama ini terbelenggu oleh Capitol. Mungkin banyak reader yang berkomentar negatif terhadap seri ketiga ini karena jelas no more games dan lebih banyak nyeritain kisah-kisah dramatik dan patriotik seorang Katniss Everdeen. Hm, hm, hm. Iya sih, rada membosankan memang layaknya kita sedang membaca buku sejarah. But, entah kenapa saya malah adore buku ketiga ini saat melihat bagaimana sih seorang remaja muda semacam Katniss, Gale dan Peeta ikut terlibat langsung dalam usaha pemberontakan demi menciptakan dimensi dunia yang stabil dan damai seperti yang telah diwujudkan nenek moyang mereka dahulu? Yah, memang rada njelimet, mengingat ugh banyak dialog yang lebih cocok dibaca oleh mereka yang paham politik. Well, setiap buku fiksi sci-fic memang punya sisi positif dan negatifnya, tapi akan bijaksana jika kita bisa menyerap positive side-nya ketimbang memikirkan bagaimana kelak jika buku ini difilmkan. Haha. Pasti setting-nya susah (saya aja gak bisa membayangkan dengan baik deksrip tiap suasananya).
Mengenai konten secara detil, saya hanya bisa merangkumkan saja. Perihal romance side-nya, well mungkin gak banyak seperti di sekuel kedua, Catching Fire, soalnya di akhir CF, Peeta diculik oleh pihak Capitol dan otaknya dibajak. Hampir setengah dari buku ketiga ini, Peeta gak dibicarakan sama sekali. Katniss yang terpisah cukup lama dengan Peeta membuat efek yang begitu besar pada emosionalnya. Gale pun tidak akan mengambil kesempatan, dia hanya berusaha menghibur dan mengisi kekosongan itu dengan waktu-waktu yang bisa disediakannya untuk Katniss. Makanya, di awal-awal MJ, kesan Gale-Katniss cukup banyak. But of course, seperti yang tercantum di potongan dialog antara Gale dan Peeta di akhir chap 23 (lihat di bawah entri ini), seseorang yang keberadaannya dapat memengaruhi hidup Katniss akan memenangkan hatinya. Dan sudah jelas itu siapa, bukan?
Yap, siapa lagi kalau bukan si bread boy! Peeta Mellark! =D
"Aku hendak meminta pendapatmu tentang perang, tapi kalau kau terlalu kesal..." Caesar melanjutkan.
"Oh, aku tidak terlalu kesal untuk menjawabnya." Peeta mengambil nafas dalam-dalam lalu memandang lurus ke depan kamera. "Aku mau semua yang menonton--baik itu yang di pihak Capitol atau pihak pemberontak--agar berhenti sejenak dan memikirkan apa arti perang ini. Untuk umat manusia. Kita hampir punah karena saling membunuh. Kini jumlah kita bahkan lebih sedikit. Kondisi kita makin payah. Apakah ini yang sungguh-sungguh kita inginkan? Memusnahkan satu sama lain? Demi apa? Agar ada makhluk hidup yang dianggap pantas yang akan mewariskan sisa-sisa hidup yang dianggap binasa?
"Aku tidak sepenuhnya... aku rasanya tidak paham..." kata Caesar.
"Kita tidak bisa terus berperang, Caesar." Peeta menjelaskan. "Takkan ada cukup manusia yang tersisa untuk terus berperang. Kalau semua orang tak meletakkan senjata--dan maksudku, sesegera mungkin--segalanya akan berakhir."
"Aku ingin memberitahu para pemberontak bahwa aku masih hidup. Aku ada di sini di Distrik Delapan, Capitol baru saja mengebom rumah sakit yang penuh dengan lelaki, perempuan, dan anak-anak tak bersenjata. Takkan ada korban selamat." Keterkejutan yang kurasakan mulai berubah jadi kemarahan, "Aku ingin memberitahu orang-orang bahwa jika ada yang berpikir Capitol akan memperlakukan kita dengan adil dengan adanya gencatan senjata, kau pasti bermimpi. Karena kau tahu siapa mereka dan apa yang mereka lakukan." Kedua tanganku langsung terangkat, seakan ingin memperlihatkan seluruh kengerian di sekelilingku. "Inilah yang mereka lakukan! Dan kita harus melawan balik!"
Aku bergerak mendekati kamera sekarang, didorong oleh rasa marahku. "Presiden Snow bilang dia mengirimi kita pesan? Kalau begitu, aku juga punya pesan untuknya. Kau bisa menyiksa kami, mengebom kami, dan membumihanguskan distrik-distrik kami, tapi kau lihat itu?" Salah satu kamera mengikuti arah yang kutunjuk, pesawat-pesawat yang terbakar di atas atap gudang di seberang kami. Lambang Capitol di sayap pesawat tampak jelas di antara kobaran api. "Api sudah tersulut!" Aku berteriak sekarang, bertekad agar Snow tidak kehilangan satu pun kata-kataku. "Dan jika kami terbakar, kau terbakar bersama kami!"
[Mockingjay chap 17 pg 263-264]
"Annie," kata Delly dengan nada riang, "kau tahu tidak, Peeta ini yang menghias kue pengantinmu? Di distrik dulu, keluarganya punya toko roti dan dia yang membuat hiasannya."
Dengan hati-hati, Annie melihat melewati Johanna. "Terima kasih, Peeta. Indah sekali."
"Dengan senang hati, Annie," kata Peeta, dan aku mendengar nada lembut dalam suaranya yang kupikir sudah lenyap selamanya. Memang, kata-kata itu tidak ditunjukkan padaku. Tapi tetap saja ada di sana.
"Jika kita ingin tepat waktu untuk jalan-jalan, sebaiknya kita pergi sekarang," kata Finncik pada Annie. Dia mengatur nampan mereka agar bisa membawanya dengan satu tangan sementara tangan satunya menggenggam erat tangan Annie. "Senang bertemu denganmu, Peeta."
"Baik-baiklah padanya, Finnick. Atau aku akan berusaha dan merebutnya darimu." Kata-kata itu bisa saja terdengar sebagai candaan, jika nadanya tidak sedingin itu. Segalanya yang tersampaikan di sana terdengar salah. Ketidakpercayaannya pada Finnick, maksud tersirat bahwa Peeta bisa jadi menyukai Annie dan Annie bisa meninggalkan Finnick dan aku bahkan tak ada di sini.
"Oh Peeta." kata Finnick santai. "Jangan membuatku menyesal sudah menghidupkan jantungmu lagi." Dia menarik Annie menjauh dan memandang khawatir padaku.
[Mockingjay chap 21 pg 314-315]
Dalam waktu kurang dari satu jam sudah ada dua permintaan untuk kematian Peeta.
"Jangan konyol," kata Jackson.
"Aku sudah membunuh anggota pasukan kita!" pekik Peeta.
"Kau mendorongnya menjauh. Bagaimana kau tahu dia akan memicu jaring tepat di tempat kau melemparnya?" kata Finnick, berusaha menenangkannya.
"Masa bodoh! Dia tewas, kan?" Air mata mulai mengalir di wajah Peeta. "Aku tidak tahu. Aku tak pernah melihat diriku seperti itu sebelumnya. Katniss benar. Aku ini monster. Aku ini mutt. Aku ini orang yang sudah diubah menjadi senjata oleh Snow!"
"Bukan salahmu, Peeta," kata Finnick.
"Kalian tidak bisa membawaku ikut. Tinggal masalah waktu sebelum aku membunuh orang lain." Peeta memandang ke sekeliling, melihat wajah-wajah kami yang kebingungan. "Mungkin kalian pikir lebih baik meninggalkan aku entah di mana. Membiarkanku mengadu nasibku sendiri. Tapi itu sama saja dengan menyerahkanku ke tangan Capitol. Apakah kalian pikir kalian membantuku dengam mengirimku kembali ke Snow?"
Peeta. Kembali ke tangan Snow. Disiksa dan dianiaya sampai tak ada setitik pun bagian dari dirinya yang lama yang bisa muncul lagi. Entah kenapa, bait terakhir dari lagu Pohon Gantung terngiang dalam benakku. Tentang lelaki yang ingin kekasihnya mati daripada wanita itu harus menghadapi iblis yang menunggu kekasihnya di dunia.
"Aku akan membunuhmu sebelum itu terjadi." kata Gale. "Aku janji."
[Mockingjay chap 23 pg 355-356]